FEISAL Hardi tidak pernah mengira, jalan kampung di
sepanjang pedesaan di Desa Klampok, Kecamatan Rowosari, Kabupaten
Kendal, Jawa Tengah, adalah satu-satunya jalan untuk mencapai ke obyek
wisata paling komplet di Jateng, yakni The Sea Pantai Cahaya, Sendang
Sikucing.
Jalan kampung sepanjang 1,5 kilometer itu merupakan
jalan berbatu dan berpasir, menembus keheningan desa. Rumah penduduk
sederhana dan permukiman khas kampung nelayan di kawasan pantai utara
(pantura) Jawa menjadi teman perjalanan.
”Obyek wisata Pantai
Cahaya sangat dikenal wisatawan di luar Jateng. Jika tidak gara-gara
menawarkan terapi lumba-lumba, tentu orang akan malas mendatangi Pantai
Cahaya. Jalan ini tidak layak sebagai infrastruktur menuju kawasan
wisata,” tutur Feisal (20), wisatawan asal Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Papan penunjuk jalan, baik ke Pantai Cahaya
maupun ke Pantai Sendang Sikucing, amat sederhana. Papan dari kayu itu
hanya ditempelkan di pohon di sepanjang jalan, tetapi cukup membimbing
wisatawan yang hendak ke Pantai Cahaya.
Pantai Cahaya adalah
obyek wisata andalan Pemerintah Kabupaten Kendal. Obyek wisata ini tak
sepenuhnya dikelola oleh pemkab, tetapi dikelola oleh PT Wersut Seguni
Indonesia (WSI). PT WSI menjadi lembaga konservasi mamalia pertama di
Indonesia, khususnya lumba-lumba, sejak 1999.
”Lembaga ini
awalnya bergerak dalam bidang penangkaran lumba-lumba. Seiring dengan
waktu, penangkaran itu akhirnya dibuka untuk umum, menjadikan perpaduan
antara keindahan pantai alami dan binatang supaya masyarakat turut
menikmati,” ujar Deni Charso, pengelola Pantai Cahaya, beberapa saat
lalu.
Adanya pertunjukan lumba-lumba di Pantai Cahaya boleh jadi
membuat obyek wisata pantai ini yang paling lengkap wahananya di pantura
Jateng. Bahkan, menurut Feisal, kemungkinan paling lengkap di pantura
Jawa.
Pasalnya, kalau wisata pantai selama ini hanya mengandalkan
pemandangan alam semata, ternyata di Pantai Cahaya pengunjung bisa
bermain air laut, berjalan-jalan di pasir pantai, sekaligus menyaksikan
pentas lumba-lumba.
Pengunjung lain, Wiratmo, mengatakan,
keluarganya paling suka datang ke Pantai Cahaya pada sore hari,
menjelang terbenamnya matahari. Kebetulan untuk menjangkau obyek wisata
ini tidak terlalu jauh dari Semarang.
”Anak-anak suka melihat
terbenamnya matahari dari gazebo yang tersedia di balkon penginapan di
Pantai Cahaya. Menikmati matahari tenggelam sambil duduk di kursi malas
yang dinaungi payung pantai,” ujar pria yang bekerja di perusahaan
swasta ini.
Dia menyarankan, sebaiknya datang ke pantai untuk
menikmati matahari tenggelam jangan saat musim hujan. Risiko terlalu
besar untuk tidak selalu mendapatkan pemandangan yang unik dan menarik
seiring hujan kerap turun pada sore hari. Pada musim hujan, sore kerap
berkabut.
Sementara satu-satunya alat transportasi untuk menuju
ke Pantai Cahaya baru tersedia dua pilihan, yakni menggunakan kendaraan
pribadi atau menyewa kendaraan bermotor.
Pantai ini terletak di
Rowosari, yang bisa ditempuh dari Kota Semarang lebih kurang satu jam
perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Lokasi obyek wisata ini mudah
dijangkau karena berada di jalur pantura. Pengunjung dapat menuju ke
Pantai Cahaya melalui dua pintu, yakni bisa lewat jalan di ujung jalan
lingkar Weleri, Kendal, atau dari pintu gerbang setelah masuk kota
Weleri.
Terapi lumba-lumbaUntuk memasuki
The Sea Pantai Cahaya, pengunjung cukup membayar tiket Rp 2.000 per
orang. Obyek wisata ini dikembangkan dengan konsep terpadu antara
hiburan, kenikmatan bermain di pantai, serta belajar dan mengenal lebih
jauh kecerdasan binatang yang bernama lumba-lumba.
Obyek wisata
ini terbagi menjadi dua sisi begitu pengunjung masuk ke kawasan wisata
Pantai Cahaya. Di sebelah timur tersedia Water King, wahana permainan
air dengan kolam renang yang terdiri atas tiga jenis. Untuk masuk ke
Water King dipungut tiket Rp 25.000 per orang.
Di kolam renang
anak dilengkapi arena seluncuran, juga ember tumpah yang digemari
anak-anak. Kolam anak rata-rata sedalam 60 sentimeter. Bagi pengunjung
dewasa tersedia kolam tanding dengan enam trek. Uniknya, kolam renangnya
terletak tepat di tepi pantai sehingga sambil berenang bisa menikmati
pemandangan deburan ombak di laut.
Kini tersedia pula kolam
apung. Menurut Deni Charso, kolam apung untuk relaksasi pengunjung.
Memang benar, berenang di kolam apung sangat asyik. Kolam ini rasanya
mirip Laut Mati di Timur Tengah. Tubuh seseorang begitu masuk kolam
langsung mengapung (mengambang) dan tidak tenggelam meski dalam posisi
diam.
Mereka yang mencoba relaksasi di kolam apung tidak perlu
khawatir tubuhnya menghitam akibat terbakar sinar matahari. Kolam ini
juga dilengkapi tenda Khadafi yang membuat lingkungan sejuk. Hanya saja,
pengunjung ke kolam apung ini dibatasi hanya kurang dari delapan orang
untuk sekali berenang. Oleh karena itu, pengunjung harus bergiliran.
Di
bagian barat terdapat saung-saung yang disediakan bagi pengunjung yang
akan menikmati aktivitas di pantai seharian. Biaya sewa saung ini hanya
Rp 50.000 per saung. Dalam saung terdapat pula loker yang bisa dipakai
menyimpan barang sewaktu wisatawan berjalan-jalan di pantai. Saung
menjadi tempat favorit muda-mudi menikmati pemandangan redupnya sinar
matahari.
Di sisi ini juga terdapat panggung arena pertunjukan
lumba-lumba. Tiket masuknya Rp 25.000 per orang. Pentas lumba-lumba
berlangsung empat kali mulai pukul 09.00 hingga pukul 15.00. Durasi
pertunjukan hanya satu jam di arena yang mampu menampung sekitar 800
pengunjung.
Wiratmo menerangkan, anak-anak paling suka
menyaksikan atraksi lumba-lumba. Ada empat lumba-lumba hasil penangkaran
yang pandai melakukan beragam atraksi, seperti bermain bola basket,
berhitung, ataupun berinteraksi dengan pengunjung.
Salah satu
keunggulan lumba-lumba ini tiada lain tersedianya wahana terapi
lumba-lumba yang akhir-akhir ini diminati banyak pengunjung. Mereka yang
tertarik terapi terutama pengunjung yang mengidap penyakit tertentu,
seperti stroke, alergi, atau terapi bagi anak-anak yang berkebutuhan
khusus.
Seperti diceritakan Feisal, adiknya pernah ikut terapi
lumba-lumba didampingi para petugas terapis. Peserta akan diajak
berenang bersama dua lumba-lumba di kolam khusus. Lumba-lumba itu juga
menggosok-gosok punggung, salah satu sesi yang bisa dipilih peserta
terapi.
Tak jarang pengunjung terapi khusus juga menginap di
Pantai Cahaya. Tersedia penginapan yang terdiri atas kamar-kamar yang
jendelanya menghadap ke laut.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Kendal, Agus Rivai, wisata Pantai Cahaya memang
salah satu andalan obyek wisata unggulan di pantura. Pemkab Kendal juga
mengembangkan Pantai Sendang Sikucing yang berlokasi tidak jauh dari
Pantai Cahaya. Sepanjang 2013, jumlah pengunjung lumayan, mencapai
hampir 200.000 wisatawan.
(Winarto Herusansono)
http://travel.kompas.com/read/2014/04/19/1114309/Berenang.dengan.Lumba-lumba.di.Pantai.Cahaya